Jumat, 02 Desember 2016

MEMBANGUN PENDIDIKAN BERBASIS KEWIRWUSAHAAN



MEMBANGUN PENDIDIKAN BERBASIS KEWIRWUSAHAAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Kewirausahaan

Dosen: A.A.M. Suganda. S.Pd., M.Pd.
Dosen pelaksana: Cinde Adia Diningsih, S.Pd., M.Pd.

Kelompok 3
Anggota:
Asep Kurnia
Dinda Isna Sofi
Diki Hilman
Sri Rosita Yulianti

 
 


PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SURYAKANCANA
2016


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. latar belakang
Pendidikan kewirausahaan merupakan shalat satu program pemerintah khususnya kementerian pendidikan nasional yang bertujuan membangun untuk review dan mengembangkan menjadi kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha. program pendidikan kewirausahaan penyanyi dikaitkan dan diintegrasikan dengan programming program berbaring, seperti pendidikan karakter, pendidikan kreatif ekonomi, dan pendidikan kewirausahaan ke hearts kurikulum sekolah. untuk review membangun semangat kewirausahaan dan memperbanyak wirausaha, pemerintah has mengeluarkan instruksi presiden nomor 4 tahun 1995 tentang gerakan nasional memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan. Keterampilan berwirausaha diberikan untuk review mempersiapkan anak didik menjadi wirausaha penghasilan kena pajak lulus sekolah atau kuliah. Kalaupun mereka berhenti sekolah atau kuliah di tengah jalan, bekal pendidikan kewirausahaan digunakan untuk review memperoleh penghasilan dan pada akhirnya mencapai kesejahteraan yang diharapkan. Deputi menteri perekonomian bidang industri dan perdagangan, Edy Putra Irawadi menyebutkan, shalah satu syarat dari gatra maju adalah memiliki jangka waktu wirausahawan minimal sebesar 2 persen dari jumlah populasi (primasandi, 2013). tahun 2013

1.2.  Rumusan Masalah
2.    Apa saja tujuan pembentukan wirausaha?
3.    Faktor apa yang mempengaruhi pendidikan berbasis kewirausahaan?
4.    bagaimana cara kita menanamkan pendidikan kewirausaha sejak dini ?

1.3. Tujuan Penulisan
2.    Agar dapat memahami, dan mengetahui maksud dari membangun pendidikan berbasis kewirausahaan
3.    dapat memahami, dan mengetahui fator pendidikan kewirausahaan
4.      Agar dapat menumbukan minat wirausaha
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. RASIONAL PENTINGNYA PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Hajatan nasional ujian masuk calon pegawai negeri sipil (cpns) selalu ramai. Pada tahun 2010 sebanyak 4,5 juta orang mengadu nasib untuk memperoleh posisi sebagai seorang PNS. Dari jumlah itu hanya sekitar 204.000 saja yang akan diterima menjadi PNS. Artinya dari setiap 22 pencari kerja hanya akan diterima satu pekerjaan saja. Rasio ini tentunya masih lebih baik jika dibandingkan dengan angka pengangguran yang setiap tahun selalu membengkak sementara jumlah lowongan yang tersedia semakin terbatas.
Tidak kurang dari 40 juta orang saat ini masih menganggur. Setiap tahun masih ada 2,5 juta angkatan kerja baru yang juga membutuhkan pekerjaan. Dari gambaran ini saja jelas terlihat bahwa mayoritas penduduk Indonesia masih banyak yang belum punya pekerjaan. Kondisi ini semakin diperparah dengan masih bercokolnya mentalitas priyayi (feodalistik) dalam tubuh manusia Indonesia. Kenapa bisa demikian? Pertanyaan inilah yang mestinya dijawab oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pola pendidikan Indonesia yang dianggap Paulo Freiere sebagai pola “pendidikan celengan” tampaknya perlu diubah. Para peserta didik kita mestinya tidak hanya diisi dan dijejali layaknya celengan kosong. Namun, disadari bahwa pendidikan hanya salah satu instrumen saja dalam meraih keberhasilan, instrumen yang lebih utama terletak pada kemandirian dan keberanian mereka dalam mengambil risiko hidup. Itu artinya, keberhasilan mereka nanti sangat ditentukan oleh peran aktif mereka sendiri, bukan orang lain, keluarga, teman, atau kerabat. Peran aktif itu bisa dengan cara sejak usia dini peserta didik harus dilibatkan untuk ikut serta menentukan masa depannya. Tidak harus dipaksa untuk menjadi seperti yang diinginkan gurunya atau orang tuanya.
Selama ini, kita amati masih banyak di antara orang tua kita yang tetap menganggap bahwa kuliah atau sekolah atau apalah namanya, hanya diorientasikan semata-mata untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan telah berubah menjadi “ideologi” bagi para orang tua dan peserta didik di Indonesia. Jika sekolah atau kuliah tidak bisa mendapatkan pekerjaan, maka untuk apa sekolah? Muncul kemudian, gerakan emoh sekolah di tengah masyarakat sebagai lawan dari mandulnya fungsi pendidikan Indonesia.
Kenyataan tersebut ikut memberi kontribusi nyata bahwa tujuan membentuk manusia Indonesia seutuhnya, yang menurut Rahmah Aulidia adalah manusia matang baik jasmani dan rohanin terabaikan. Ironisme orientasi pendidikan kita mestinya diubah. Ini penting agar tidak terus menerus menjadi gudang keprihatinan.
Menurut Rahmah Aulidia (2005), bagaimana mungkin para sarjana itu bisa meraih pekerjaan, jika skill yang dimilikinya masih mentah alias setengah-setengah. Karena itulah gagasan pola pendidikan yang menitikberatkan pada semangat kemandirian untuk membentuk mentalitas kewirausahaan perlu didukung dan dikampanyekan terus-menerus. Bagi Rahmah, menjadi manusia seutuhnya adalah manusia yang mampu hidup mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Di sinilah persinggungan antara mentalitas kewirausahaan dan manusia seutuhnya terjadi.
Sampai saat ini mentalitas mandiri belum dimiliki oleh sebagian besar peserta didik di Indonesia. Mentalitas ini perlu diperkenalkan dan dipupuk sejak usia dini agar kelak setelah dewasa mereka tidak menjadi beban orang lain. Mentalitas mamdiri juga menjadi prasyarat utama dalam mewujudkan dan memasyarakatkan wirausaha di Indonesia. Pertanyaannya, mengapa para sarjana atau lulusan kewirausahaan (entrepreneurship)? Menurut Herry-Priyono (2004), ada tiga faktor penghambat yang menyebabkan hal itu terjadi.
Pertama, bekal kecakapan yang diperoleh dari lembaga pendidikan tidak memadai untuk dipergunakan secara mandiri. Antara lain hal ini dikarenakan lembaga pendidikan di Indonesia lebih banyak terpaku pada teori ketimbang praktik dunia nyata. Akibatnya di masyarakat mereka tidak menjadi manusia inovatif dan kreatif yang menjadi buah dari mentalitas mandiri tadi.
Kedua, sejarah hidup karena banyak diantara mereka yang sejak kecil memang mengidolakan status sosial menjadi PNS. Celakanya, harapan mereka untuk menjadi PNS berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Realitas inilah yang mestinya disadari oleh seluruh mahasiswa calon pencari kerja.
Ketiga, masalah modal. Dalam hal ini tidak semua orang punya modal materi yang memadai untuk terjun ke dunia usaha. Berharap dari modal bantuan kredit perbankan juga tidak mudah karena tidak semua prosedur formalnya bisa dipenuhi. Akibatnya mereka enggan atau tidak mau terjun ke dunia usaha.
2.2. TUJUAN PEMBENTUKAN WIRAUSAHA
a. Deficit Equilibrium
Seseorang merasa adanya kekurangan dalam dirinya dan berusaha untuk mengatasinya. Kekurangan tersebut tidak harus berupa materi saja, namun dapat juga berupa ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri (motivasi, standar internal, dan lain-lain). Deficit equilibrium dapat pula terjadi karena berubahnya jalur hidup, seperti jika seseorang mendapat tekanan atau hinaan. Misalnya baru keluar dari penjara serta mendapat dukungan dari orang lain (Shapero & Sokol , 1982).
b. Pengambilan Keputusan Menjadi Wirausaha
Perasaan kekurangan mendorong dia untuk mencari pemecahannya, untuk itu dia mengevaluasi alternatif pemecahan yang dimiliki. Dalam hal ini kemampuan perseptual, kapasitas  informasi yang diterima, keberanian mengambil resiko, dan tingkat aspirasinya terhadap suatu alternatif keputusan memiliki peran yang sangat besar (Reitman, 1976) dalam usahanya mengambil keputusan untuk menjadi wirausaha.
c. Goal Directed Behavior
Keputusan menjadi wirausaha diambil dengan tujuan memecahkan masalah kekurangan yang dia miliki. Masalah kekurangan diidentifikasi dengan adanya harapan sebagai pemecahan. Harapan-harapan tersebut berupa insentif yang akan dia dapat jika melakukan tindakan tertentu. Insentif ini menjadi rangsangan atau tujuan sehingga mendorong tindakan dan perilakunya sebagai wirausaha  (Wolman, 1973).
d. Pencapaian Tujuan
Seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan sangat penting untuk pengambilan keputusan menjadi wirausaha. Tujuan ini berupa insentif yang diyakini akan dinikmati jika seorang melakukan kegiatan terentu.
2.3. PERAN PENDIDIKAN DALAM PEMBENTUKAN WIRAUSAHA
Meskipun seorang wirausaha belajar dari lingkungannya dalam memehami dunia wirausaha, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa seorang wirausaha lebih memiliki streetsmart daripada booksmart, maksudnya adalah seorang wirausaha lebuh mengutamakan untuk belajar dari pengalaman (streetsmart) dibandingkan dengan belajar dari buku dan pendidikan formal (booksmart).
            Terhadap pandangan diatas, Chrucill (1987) memberi sanggahan terhadap pendapat ini, menurutnya masalah pendidikan sangatlah penting bagi keberhasilan wirausaha. Bahkan dia mengatakan bahwa kegagalan pertama dari seorang wirausaha adalah karena dia lebih mengandalkan pengalaman daripada pendidikan. Namun dia juga tidak menganggap remeh arti pengalaman bagi seorang wirausaha, baginya sumber kegagalan kedua adalah jika seorang wirausaha hanya bermodalkan pendidikan, tapi miskin pengalaman lapangan. Oleh karenai itu, perpaduan antara pendidikan dan pengalaman adalah faktor utama yang menentukan keberhasilan wirausaha.
            Menurur Eels (1984) dan Mas’oed (1994), dibandingkan dengan tenaga lain, tenaga terdidik sarjana memiliki potensi lebih besar untuk berhasil menjadi seorang wirausaha karena memiliki kemampuan penalaran yang telah bekembang dan wawasan berpikir yang lebih luas. Seorang sarjana juga memilik dua peran pokok; sebagai manajer dan sebagai pencetus gagasan.


2.4. PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN SEJAK DINI
Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia sudah lama dilakukan bahkan di dalam program pemerintahan yaitu reflita. Mutu pendidikan sangatlah penting untuk dimasukan kedalam agenda kurikulum pemerintah. Peningkatan mutu pendidikan merupakan peningkatan sumber daya manusia. Namun, hingga sampai saat ini mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Oleh karena itu, Indonesia kini menghadapi dua persoalan didalam SDM, yaitu tantangan dari dalam dan dari luar negeri. Dalam negeri kondisi ekonomi Indonesia semakin hari keadaannya semakin memprihatinkan sehingga banyak pengangguran dimana-mana. Hal ini salah satunya disebabkan oleh banyak lulusan SLTP tidak melanjutkan ke SLTA, begitu pula SLTA tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi, sementara bekal keterampilan mereka sangat minim sekali. Sementara dari luar negeri tantangan sangat kompleks diantaranya adanya kesepakatan AFTA (Asean Free Trade Area) dan ALFA (Asean Free Labour Area), konsekuennya adalah tenaga kerja Indonesia harus memiliki SDM yang bagus dan mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar khususnya negara-negara ASEAN.
2.5. KADERISASI WIRAUSAHA       
Jika kewirausahawan (entrepreneurship) dapat ditanamkan oleh para orang tua ketika anak-anak mereka masih berusia dini. Kewirausahawan lebih mengarah pada perubahan mental. Jadi, tak perlu dipertentangkan apakah kemampuan wirausaha berkat adanya bakat atau hasil pendidikan. Mien Uno mengatakan bahwa untuk menjadi wirausahawan handal dibutuhkan karakter unggul, yang melipuiti:
1. pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness)
2. kreatif ;
3. Mampu berpikir kritis;
4. mampu memecahkan permasalahan (problem solving)
5. dapat berkomunikasi
6. mampu membawa diri di berbagai lingkungan
7. menghargai waktu (time orientation)
8. empati;
9. mampu berbagi dengan orang lain;
10. mampu mengatasi stres;
11. bisa mengendalikan emosi; dan
12. mampu membuat keputusan.
2.6. PENTINGNYA BERKEWIRAUSAHAWAN SEJAK DININ
Berpuluh tahun lalu ada yang berpendapat bahwa kewirausahawan tidak dapat diajarkan, namun pada dekade terakhir ini interferensi (berkewirausahawan) telah menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah dan telah menjadi mata kuliah wajib yang diajarkan di sebagian perguruan tinggi negeri maupun swasta, baik perguruan tinggi dalam luar negeri. Bahkan di Indonesia telah diajarkan di berbagai kursus, seminar, workshop, dan sejenisnya. Di negara-negara, baik di benua eropa maupun di Amerika Serikat setiap sepuluh menit lahir wirausahawan baru, bahkan pertumbuhan kewirausahaan membawa peningkatan ekonomi yang luar biasa. Pengusaha-pengusaha baru itu telah mempercaya pasar dengan berbagai produk barang dan atau jasa yang inovatif dan kreatif.
2.7. PEMBINAAN SIKAP JUJUR DAN SELALU INGIN MAJU
1. sikap jujur dan selalu ingin maju bagi wirausahawan
Makna kejujuran dalam hidup yaitu sebagai berikut.
a. tujuan jangka pendek berwirausaha
b. tujuan jangka panjang berwirausaha
c. tujuan kita sendiri, keluarga, dan lingkungan.
d. tujuan bangsa dan negara
2. ketidak jujuran dalam berusaha dan segala akibatnya
Kejujuran dan disiplin pribadi seorang wirausaha merupakan kewajiban moral yang dibebankan kepada diri sendiri untuk keperluan diri sendiri menurut fitrahnya. Orang yang tidak jujur dalam berwirausaha, akibatnya akan menderita dan akan menerima suatu keadaan:
a. tidak dipercaya konsumen;
b. menjadi rendah diri dan rasa malu;
c. mudah tersinggung atau emosi;
d. cepat iri dan dengki;
e. suka dendam;
f. prasangka buruk dan dusta;
g. tidak punya teman;
h. kehancuran dalam usahanya.
Adapun cara untuk menumbuhkan makna kejujuran dan tanggung jawab itu adalah sebagai berikut.
A. bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, dengan bertakwa kepada Tuhan YME. berarti kita:
1. belajar untuk memperoleh keberhasilan dan kemerdekaan batin;
2. belajar untuk mementingkan orang banyak atau keutamaan batin;
3. mendidik diri sendiri sehingga meliki moral yang baik;
4. belajar untuk mengetahui hukum yang berlaku; dan
5. meningkatkan doa dan kinerja.
B. Melatih Disiplin Diri
sangat mustahil untuk menjadi wirausahawan yang jujur dan bertanggung jawab apabila dia tidak membina kepribadian sendiri, dengan melatih disiplin kepribadian diri sendiri maka akan memperoleh ketabahan, keuletan, ketentraman, tingkah laku dan perbuatan.
3. kejujuran dan sikap optimis selalu ingin maju
Stephen Cover dalam bukunya First thing’s, mengungkapkan empat sisi potensial yang dimiliki manusia untuk maju, yaitu sebagai berikut.
a.       Self awareness, yaitu sikap mawas mandiri.
b.      Couscience, mempertajam suara hati, supaya menjadi manusia berkehendak baik seraya memunculkan keunikan serta memiliki misi dalam hidup.
c.       Independent will, yaitu pandangan independen untuk bekal bertindak dan kekuatan untuk mentransendensi.
d.      Crative imagination, yaitu berpikir dan mengarah ke depan untuk memecahkan masalah dengan imajinasi, khayalan, serta adaptasi yang tepat.
Kejujuran dan sikap optimis ingin maju dalam berwira usaha merupakan buah dari usaha-usaha positif yang tidak mengenal lelah.cobalah tekankan kekuatan-kekuatan dan kurangilah kelemahan-kelemahannya. Apa bila kamu mempunyai kejujuran dan sikap optimis  ingin maju, daya juang tanpa menyerah dan keyakinan.
4. menerapkan sikap jujur dan selalu ingin maju dalam pola asuh di lembaga pendidikan.
pembinaan sikap jujur dalam berwirausaha dapat dilaksanakan melalui berbagai jalan, antara lain sebagai berikut.
a.       Mengutamakan pembicaraan cara bergaul dengan akan pikiran yang positif.
b.      Pembinaan dengan cara menentukan dan menganalisis kedudukan diri kita sendiri sebagai calon wirausaha.
c.       Pembinaan dengan jalan mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan keadaan yang sedang dihadapi.
d.      Pembinaan dengan membiasakan berbuat berencana dan mewujudkannya pada suatu kenyataan yang harus diikuti keyakinan dan kesadaran.
Didalam perkembangan dunia pendidikan pormal dinegara indonesia, terdapat langkah langkah yang cukup memberikan harapan tentang pola asuh berwirausaha dilingkungan sekolah, antara lain sebagai beriokut.
a.       Adanya perbaikan kurikulum. Kurikulum SMK sekarang adalah kurikulum berdasarkan kopetensi, yaitu kurikulum yang menitik beratkan pada penguasaan suatu pengetahuan, sikap keterampilan tertentu serta penerapannya dilapangan kerja atau dunia usaha.
b.      Adanya program-program pendidikan yang berorientasi kepada kopetensi dan kebutuhan lapangan.
Peranan sekolah dalam rangka menyiapkan calon-calon para wirausaha dilingkungan sekolah adalah melaksanakan:
a.       Latihan-latihan kewirausahaan diunit produksi sekolah;
b.      Keterampilan-keterampilan yang ada dengan wirausaha;
c.       Studi banding keperusahaan-perusahan atau dunia indrustri;
d.      Program pelatihan kewirausahaan; dan
e.       Diskusi dan melatih wawancara.
5. pentingnya sikap kebiasaan positif
Sikap mental positif sangat memeudahklan seorang calon wirausaha untuk mempokuskan pada kegiatan-kegiatan atas hasil-hasil yang ingin dicapai. Seorang wirausaha harus mempunyai sikap mental positif terhadap semua peristiwa dan mencari hikmah dari setiap pengalaman.
      Sikap mental positif disini, artinya pasti, tegas, atau terbukti. Karena itu, seorang calon wirausaha dalam berusaha akan selalu berkata “Pasti bisa”.
Kebiasaannya sikap mental positif akan lebih cepat tumbuh apabila:
a.       Calon wirausaha memiliki model untuk dapat dan bisa diteladani;
b.      Calon wirausaha harus mempunyai niat yang kuat untuk mengembangkan sikap positif yang dimilikinya; dan
c.       Calon wirausahawan harus dapat mempelajari dan mengamati kebiasaan-kebiasaan positif para wirausaha yang sudah berhasil.
6. Menerapkan sikap jujur wirausaha dilingkungan sekolah
Murpy dan Peck  (1980) menggambarkan ada delapan jalan menuju wirausaha yang berhasil untuk maju, yaitu sebagai berikut.
a.       Kemajuan berkerja keras.
b.      Bekerjasama dengan pihak lain.
c.       Penampilan yang baik.
d.      Keyakinan diri.
e.       Pandai membuat keputusan.
f.        Mau menambahkan ilmu pengetahuan.
g.      Ambisi untuk maju.
h.      Pandai berkomunikasi.
Berikut adalah beberapa usaha yang dapat ditempuh untuk menerapkan sikap jujur seorang calon wirausaha dilingkungan sekolah, yaitu sebagai berikut.
a.       Pembenahan sarana dan perasarana praktik.
b.      Pembenahan kurikulum pendidikan formal.
c.       Pembenahan proses belajar mengajar.
d.      Pembenahan sikap pribadi guru.
e.       Pembenahan dalam metode mengajar.
f.        Pembenahan pemb4elajaran siswa aktif.
g.      Pembenahan sitem bimbingan belajar.
h.      Pembenahan pengorganisasian pengalaman belajar.
Dalam rangka sikap jujur orang-orang wirausaha dilingkungan sekolah adalah dengan cara mengembankan kurikulum kewirausahaan dengan maksud untuk memberikan bekal minimal bagi para lulusan sekolah untuk menjadi orang-orang wirausaha yang jujur dan bertanggung jawab. Langkah-laqngkah yang dapat diambil dalam rangka penerapan sikap jujur dilingkungan sekolah, antara lain sebagai berikut.
a.       Meningkatkan keimanan jiwa dan tanggungjawab pribadi
1.      Menanamkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Menanamkan berbuat kejujuran.
3.      Menanamkan rasa syukur, berdoa, dan kerkerja.
4.      Menanamkan rasa percaya pada diri sendiri.
5.      Memelihara karsa kepercayaan orang lain.
6.      Menanamkan inisiatif, kereatif dan disiplin diri.
7.      Meningkatkan rasa tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Meningkatkan sikap mental dan kepribadian
1.      Menanamkan sikap mental untuk maju berusaha.
2.      Menanamkan keuletan dan ketekunan untuk maju berusaha.
3.      Pandai bergaul dengan semua pihak.
4.      Berani menolak benih-benih kotor atau pikiran negatif.
5.      Menanamkan keyakinan untuk maju bersama.
Berbagai paktor yang memungkinkan terjadinya kegagalan dalam berwirausaha, antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut.
1.      Kurang memehami arti pergauan dan mengabaikan arti kehidupan. Hal ini akan tampak daam;
a.       Kaku dalam pergaulan;
b.      Mementingkan  diri sendiri;
c.       Tidak mengambil dari arti pergauan dan makna hidup;
d.      Tidak menghargai orang lain; dan
e.       Tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.
2.      Kurang memperhtikan peranan dan arti kepribadian. Mereka tidak mengartikan hakikat kepribadian yang akan menemukan:
a.       Apangan pekerjaan dan hasil pekerjaan sendiri;
b.      Penemuan tujuan dan pencapaian cita-cita hidup; dan
c.       Pergauan hidup dan manfaatnya.
3.      Ketidakjujuran. Sikap tidak jujur seorang wirausa dapat terjadi, antara lain:
a.       Tidak jujur terhadap diri sendiri;
b.      Tidk jujr terhadap bisnis yang dilakukan;
c.       Tidak menghayati makna hidup; dan
d.      Kurang bergaul dengan sesama wirausaha.
4.      Kurang keseimbangan daya pikir. Cara berpikir yang tidak seimbang antara pikiran positif dan negatif akan menimbukan:
a.       Gelisah dan resah;
b.      Perasangka buruk;
c.       Keragu-raguan;
d.      Rasa iri, sirik, dan dengki; dan
e.       Rasa khawatir dan perasaan takut.
7. Menerapkan pola asuh kejujuran
Menerapka sikap jujur berwirausaha dalam pola asuh disekolah dapat dilaksanakan dengan aktifitas-aktifitas dan proses kelompok belajar didalam kelas. Pola asuhnya dapat dilaksanakan sebagai berikut.
a.       Untuk menanamkan sifat kejujuran, sekolah mendatangkan para ahli keagamaan dan wirausahawan yang sukses untuk memberikan ceramah.
b.      Para siswa dibawa untuk melaksanakan kunjungan industri.
c.       Para soswa diberi tugas untuk mempelajari tentang keberhasilan para wirausahawan melalui siaran radio, televisi, filem-filem kewirausahaan.
d.      Para siswa diberi tugas melaksanakan PKL atau PSG diunit produksi atau di perusahaan-perusahan.
e.       Mengatur dan melengkapi ruang belajar dengan alat-alat peraga mengenai kewirausahaan.
f.        Para siswa diberi beberapa bahan bacaan yang berhubungan dengan kesuksesan para wirausahawan, misalnya diberi artikel, majalah, surat kabar, dan lain-lain.
Bisa saja program yang dirancang sekolah untuk menumbuhkan minat kewirausahaan mengalami hambatan. Kesukaran belajar mempraktikan kewirausahaan dapat diatasi dengan meningkatkan;
a.       Kemauan dan kesediaan untuk sukses;
b.      Semangat belajar yang tinggi;
c.       Kepribadian siswa yang menyenangkan;
d.      Rasa mensyukuri nikmat kepada Tuhan;
e.       Disiplin yang kuat atas diri sendiri;
f.        Keyakinan dan kemauaan; dan
g.      Kejujuran dan tanggung jawab.















BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
           
Menghadapi permasalahan pengangguran saat ini, program pendidikan kewirausahaan baik melalui program pendidikan kecakapan hidup atau program pemberdayaan lainnya yang melibatkan masyarakat harus secara serius dilaksanakan oleh pemerintah ataupun lembaga mitra pemerintah seperti yayasan atau lembaga swadaya masyarakat. Program-program tersebut harus benar-benar berorientasi pada hasil belajar untuk menciptakan generasi wirausahawan. Tujuan seperti ini tentu tidak bisa dilakukan dengan model program yang banyak terjadi saat ini yang hanya berorientasipada penguatan materi dan ketrampilan, namun tanpa ada dukungan penguatan mental dan nilai-nilai dalam diri warga belajar. Oleh karena itu pendidikan berbasis nilai dalam program pendidikan non formal harus mulai dikembangkan baik saat ini maupun di masa yang akan datang, mengingat nilai-nilai tersebut saat ini sudah mulau terkikis oleh berkembangnya kemajuan teknologi dan akulturasi kebudayaan asing yang masuk ke negeri ini. Semangat entreprenuer harus ditumbuhkan sejak masa kanak-kanak. Hal yang sangat disesalkan masih banyak orang tua yang menginginkan anaknya sekolah pintar dan mencari gelar yang setinggi-tingginya. Sedari kecil seorang anak sudah di doktrin bahwa bersekolah yang pintar dan prestasi akan mengantarkan pada kesuksesan. Anak dicetak untuk menjadi pekerja yang dibutuhkan masyarakat luas dengan gaji yang mahal. Dunia pendidikan jangan mengedepankan teori tetapi juga aplikasi. Pendidikan harus mempu menghasilkan manusia yang berswadaya dan bukan manusia pekerja. Pendidikan yang melihat segala sesuatu dari berbagai aspek dan menyeluruh(holistic). Masuknya kurikulum entreprenuer dalam kurikulum pendidikan nasional akan memperkaya sistem pendidikan kita dan berdampak pada pertumbuhan semangat entreprenuer secara luas. Secara otomatis akan tercipta lapangan kerja baru, menurunkan kemiskinan.


DAFTAR PUSTAKA
Basrowi. 2014. Kewirausahaan Untuk Perguruan Tinggi. Cetakan Kedua.                               Ciawi-Bogor: Ghalia Indonesia