MEMBANGUN PENDIDIKAN BERBASIS
KEWIRWUSAHAAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Kewirausahaan
Dosen:
A.A.M. Suganda. S.Pd., M.Pd.
Dosen
pelaksana: Cinde Adia Diningsih, S.Pd., M.Pd.
Kelompok 3
Anggota:
Asep
Kurnia
Dinda Isna
Sofi
Diki Hilman
Sri Rosita
Yulianti
PROGRAM STUDI
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SURYAKANCANA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. latar
belakang
Pendidikan kewirausahaan merupakan shalat satu program
pemerintah khususnya kementerian pendidikan nasional yang bertujuan membangun
untuk review dan mengembangkan menjadi kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha.
program pendidikan kewirausahaan penyanyi dikaitkan dan diintegrasikan dengan
programming program berbaring, seperti pendidikan karakter, pendidikan kreatif
ekonomi, dan pendidikan kewirausahaan ke hearts kurikulum sekolah. untuk review
membangun semangat kewirausahaan dan memperbanyak wirausaha, pemerintah has mengeluarkan
instruksi presiden nomor 4 tahun 1995 tentang gerakan nasional memasyarakatkan dan
membudayakan kewirausahaan. Keterampilan berwirausaha diberikan untuk review
mempersiapkan anak didik menjadi wirausaha penghasilan kena pajak lulus sekolah
atau kuliah. Kalaupun mereka berhenti sekolah atau kuliah di tengah jalan,
bekal pendidikan kewirausahaan digunakan untuk review memperoleh penghasilan
dan pada akhirnya mencapai kesejahteraan yang diharapkan. Deputi menteri
perekonomian bidang industri dan perdagangan, Edy Putra Irawadi menyebutkan,
shalah satu syarat dari gatra maju adalah memiliki jangka waktu wirausahawan
minimal sebesar 2 persen dari jumlah populasi (primasandi, 2013). tahun 2013
1.2.
Rumusan
Masalah
2. Apa saja tujuan pembentukan wirausaha?
3. Faktor apa yang mempengaruhi pendidikan berbasis kewirausahaan?
4. bagaimana cara kita menanamkan pendidikan kewirausaha sejak dini ?
1.3. Tujuan Penulisan
2.
Agar dapat memahami, dan mengetahui
maksud dari membangun pendidikan berbasis kewirausahaan
3.
dapat memahami, dan mengetahui fator
pendidikan kewirausahaan
4.
Agar dapat menumbukan minat
wirausaha
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
RASIONAL PENTINGNYA PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Hajatan nasional ujian masuk calon pegawai negeri sipil (cpns)
selalu ramai. Pada tahun 2010 sebanyak 4,5 juta orang mengadu nasib untuk
memperoleh posisi sebagai seorang PNS. Dari jumlah itu hanya sekitar 204.000
saja yang akan diterima menjadi PNS. Artinya dari setiap 22 pencari kerja hanya
akan diterima satu pekerjaan saja. Rasio ini tentunya masih lebih baik jika dibandingkan
dengan angka pengangguran yang setiap tahun selalu membengkak sementara jumlah
lowongan yang tersedia semakin terbatas.
Tidak kurang dari 40 juta orang saat ini masih menganggur. Setiap
tahun masih ada 2,5 juta angkatan kerja baru yang juga membutuhkan pekerjaan.
Dari gambaran ini saja jelas terlihat bahwa mayoritas penduduk Indonesia masih
banyak yang belum punya pekerjaan. Kondisi ini semakin diperparah dengan masih
bercokolnya mentalitas priyayi (feodalistik) dalam tubuh manusia Indonesia.
Kenapa bisa demikian? Pertanyaan inilah yang mestinya dijawab oleh seluruh
lapisan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pola pendidikan
Indonesia yang dianggap Paulo Freiere sebagai pola “pendidikan celengan” tampaknya
perlu diubah. Para peserta didik kita mestinya tidak hanya diisi dan dijejali
layaknya celengan kosong. Namun, disadari bahwa pendidikan hanya salah satu
instrumen saja dalam meraih keberhasilan, instrumen yang lebih utama terletak pada
kemandirian dan keberanian mereka dalam mengambil risiko hidup. Itu artinya,
keberhasilan mereka nanti sangat ditentukan oleh peran aktif mereka sendiri,
bukan orang lain, keluarga, teman, atau kerabat. Peran aktif itu bisa dengan
cara sejak usia dini peserta didik harus dilibatkan untuk ikut serta menentukan
masa depannya. Tidak harus dipaksa untuk menjadi seperti yang diinginkan
gurunya atau orang tuanya.
Selama ini, kita amati masih banyak di antara orang tua kita yang
tetap menganggap bahwa kuliah atau sekolah atau apalah namanya, hanya
diorientasikan semata-mata untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan telah berubah menjadi
“ideologi” bagi para orang tua dan peserta didik di Indonesia. Jika sekolah
atau kuliah tidak bisa mendapatkan pekerjaan, maka untuk apa sekolah? Muncul
kemudian, gerakan emoh sekolah di tengah masyarakat sebagai lawan dari
mandulnya fungsi pendidikan Indonesia.
Kenyataan tersebut ikut memberi kontribusi nyata bahwa tujuan
membentuk manusia Indonesia seutuhnya, yang menurut Rahmah Aulidia adalah
manusia matang baik jasmani dan rohanin terabaikan. Ironisme orientasi
pendidikan kita mestinya diubah. Ini penting agar tidak terus menerus menjadi
gudang keprihatinan.
Menurut Rahmah Aulidia (2005), bagaimana mungkin para sarjana itu
bisa meraih pekerjaan, jika skill yang dimilikinya masih mentah alias
setengah-setengah. Karena itulah gagasan pola pendidikan yang menitikberatkan
pada semangat kemandirian untuk membentuk mentalitas kewirausahaan perlu
didukung dan dikampanyekan terus-menerus. Bagi Rahmah, menjadi manusia
seutuhnya adalah manusia yang mampu hidup mandiri tanpa tergantung pada orang
lain. Di sinilah persinggungan antara mentalitas kewirausahaan dan manusia
seutuhnya terjadi.
Sampai saat ini mentalitas mandiri belum dimiliki oleh sebagian
besar peserta didik di Indonesia. Mentalitas ini perlu diperkenalkan dan
dipupuk sejak usia dini agar kelak setelah dewasa mereka tidak menjadi beban
orang lain. Mentalitas mamdiri juga menjadi prasyarat utama dalam mewujudkan
dan memasyarakatkan wirausaha di Indonesia. Pertanyaannya, mengapa para sarjana
atau lulusan kewirausahaan (entrepreneurship)? Menurut Herry-Priyono (2004),
ada tiga faktor penghambat yang menyebabkan hal itu terjadi.
Pertama, bekal kecakapan yang diperoleh dari lembaga pendidikan tidak
memadai untuk dipergunakan secara mandiri. Antara lain hal ini dikarenakan
lembaga pendidikan di Indonesia lebih banyak terpaku pada teori ketimbang
praktik dunia nyata. Akibatnya di masyarakat mereka tidak menjadi manusia
inovatif dan kreatif yang menjadi buah dari mentalitas mandiri tadi.
Kedua, sejarah hidup karena banyak diantara mereka yang sejak kecil
memang mengidolakan status sosial menjadi PNS. Celakanya, harapan mereka untuk menjadi
PNS berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Realitas inilah yang
mestinya disadari oleh seluruh mahasiswa calon pencari kerja.
Ketiga, masalah modal. Dalam hal ini tidak semua orang punya modal materi
yang memadai untuk terjun ke dunia usaha. Berharap dari modal bantuan kredit
perbankan juga tidak mudah karena tidak semua prosedur formalnya bisa dipenuhi.
Akibatnya mereka enggan atau tidak mau terjun ke dunia usaha.
2.2.
TUJUAN PEMBENTUKAN WIRAUSAHA
a. Deficit Equilibrium
Seseorang merasa adanya kekurangan
dalam dirinya dan berusaha untuk mengatasinya. Kekurangan tersebut tidak harus
berupa materi saja, namun dapat juga berupa ketidakpuasan terhadap dirinya
sendiri (motivasi, standar internal, dan lain-lain). Deficit equilibrium dapat
pula terjadi karena berubahnya jalur hidup, seperti jika seseorang mendapat tekanan
atau hinaan. Misalnya baru keluar dari penjara serta mendapat dukungan dari
orang lain (Shapero & Sokol , 1982).
b. Pengambilan Keputusan Menjadi Wirausaha
Perasaan kekurangan mendorong dia
untuk mencari pemecahannya, untuk itu dia mengevaluasi alternatif pemecahan yang
dimiliki. Dalam hal ini kemampuan perseptual, kapasitas informasi yang diterima, keberanian mengambil
resiko, dan tingkat aspirasinya terhadap suatu alternatif keputusan memiliki
peran yang sangat besar (Reitman, 1976) dalam usahanya mengambil keputusan
untuk menjadi wirausaha.
c. Goal Directed Behavior
Keputusan menjadi wirausaha diambil
dengan tujuan memecahkan masalah kekurangan yang dia miliki. Masalah kekurangan
diidentifikasi dengan adanya harapan sebagai pemecahan. Harapan-harapan
tersebut berupa insentif yang akan dia dapat jika melakukan tindakan tertentu.
Insentif ini menjadi rangsangan atau tujuan sehingga mendorong tindakan dan
perilakunya sebagai wirausaha (Wolman, 1973).
d. Pencapaian Tujuan
Seperti
dijelaskan sebelumnya, tujuan sangat penting untuk pengambilan keputusan
menjadi wirausaha. Tujuan ini berupa insentif yang diyakini akan dinikmati jika
seorang melakukan kegiatan terentu.
2.3.
PERAN PENDIDIKAN DALAM PEMBENTUKAN WIRAUSAHA
Meskipun seorang wirausaha belajar dari lingkungannya dalam
memehami dunia wirausaha, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa seorang
wirausaha lebih memiliki streetsmart daripada booksmart, maksudnya adalah
seorang wirausaha lebuh mengutamakan untuk belajar dari pengalaman
(streetsmart) dibandingkan dengan belajar dari buku dan pendidikan formal
(booksmart).
Terhadap pandangan
diatas, Chrucill (1987) memberi sanggahan terhadap pendapat ini, menurutnya
masalah pendidikan sangatlah penting bagi keberhasilan wirausaha. Bahkan dia
mengatakan bahwa kegagalan pertama dari seorang wirausaha adalah karena dia
lebih mengandalkan pengalaman daripada pendidikan. Namun dia juga tidak
menganggap remeh arti pengalaman bagi seorang wirausaha, baginya sumber
kegagalan kedua adalah jika seorang wirausaha hanya bermodalkan pendidikan,
tapi miskin pengalaman lapangan. Oleh karenai itu, perpaduan antara pendidikan
dan pengalaman adalah faktor utama yang menentukan keberhasilan wirausaha.
Menurur Eels
(1984) dan Mas’oed (1994), dibandingkan dengan tenaga lain, tenaga terdidik
sarjana memiliki potensi lebih besar untuk berhasil menjadi seorang wirausaha
karena memiliki kemampuan penalaran yang telah bekembang dan wawasan berpikir
yang lebih luas. Seorang sarjana juga memilik dua peran pokok; sebagai manajer
dan sebagai pencetus gagasan.
2.4.
PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN SEJAK DINI
Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia sudah lama dilakukan
bahkan di dalam program pemerintahan yaitu reflita. Mutu pendidikan sangatlah
penting untuk dimasukan kedalam agenda kurikulum pemerintah. Peningkatan mutu
pendidikan merupakan peningkatan sumber daya manusia. Namun, hingga sampai saat
ini mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan negara-negara
tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Oleh karena itu,
Indonesia kini menghadapi dua persoalan didalam SDM, yaitu tantangan dari dalam
dan dari luar negeri. Dalam negeri kondisi ekonomi Indonesia semakin hari
keadaannya semakin memprihatinkan sehingga banyak pengangguran dimana-mana. Hal
ini salah satunya disebabkan oleh banyak lulusan SLTP tidak melanjutkan ke
SLTA, begitu pula SLTA tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi, sementara bekal
keterampilan mereka sangat minim sekali. Sementara dari luar negeri tantangan
sangat kompleks diantaranya adanya kesepakatan AFTA (Asean Free Trade Area) dan
ALFA (Asean Free Labour Area), konsekuennya adalah tenaga kerja Indonesia harus
memiliki SDM yang bagus dan mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar
khususnya negara-negara ASEAN.
2.5.
KADERISASI WIRAUSAHA
Jika kewirausahawan (entrepreneurship) dapat ditanamkan oleh para
orang tua ketika anak-anak mereka masih berusia dini. Kewirausahawan lebih
mengarah pada perubahan mental. Jadi, tak perlu dipertentangkan apakah
kemampuan wirausaha berkat adanya bakat atau hasil pendidikan. Mien Uno
mengatakan bahwa untuk menjadi wirausahawan handal dibutuhkan karakter unggul,
yang melipuiti:
1. pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness)
2. kreatif ;
3. Mampu berpikir kritis;
4. mampu memecahkan permasalahan (problem solving)
5. dapat berkomunikasi
6. mampu membawa diri di berbagai lingkungan
7. menghargai waktu (time orientation)
8. empati;
9. mampu berbagi dengan orang lain;
10. mampu mengatasi stres;
11. bisa mengendalikan emosi; dan
12. mampu membuat keputusan.
2.6.
PENTINGNYA BERKEWIRAUSAHAWAN SEJAK DININ
Berpuluh tahun lalu ada yang berpendapat bahwa kewirausahawan tidak
dapat diajarkan, namun pada dekade terakhir ini interferensi (berkewirausahawan)
telah menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah dan telah menjadi mata kuliah
wajib yang diajarkan di sebagian perguruan tinggi negeri maupun swasta, baik
perguruan tinggi dalam luar negeri. Bahkan di Indonesia telah diajarkan di
berbagai kursus, seminar, workshop, dan sejenisnya. Di negara-negara, baik di
benua eropa maupun di Amerika Serikat setiap sepuluh menit lahir wirausahawan
baru, bahkan pertumbuhan kewirausahaan membawa peningkatan ekonomi yang luar
biasa. Pengusaha-pengusaha baru itu telah mempercaya pasar dengan berbagai
produk barang dan atau jasa yang inovatif dan kreatif.
2.7.
PEMBINAAN SIKAP JUJUR DAN SELALU INGIN MAJU
1. sikap jujur
dan selalu ingin maju bagi wirausahawan
Makna kejujuran dalam hidup yaitu sebagai berikut.
a. tujuan
jangka pendek berwirausaha
b. tujuan
jangka panjang berwirausaha
c. tujuan kita
sendiri, keluarga, dan lingkungan.
d. tujuan
bangsa dan negara
2. ketidak
jujuran dalam berusaha dan segala akibatnya
Kejujuran dan disiplin pribadi
seorang wirausaha merupakan kewajiban moral yang dibebankan kepada diri sendiri
untuk keperluan diri sendiri menurut fitrahnya. Orang yang tidak jujur dalam
berwirausaha, akibatnya akan menderita dan akan menerima suatu keadaan:
a. tidak dipercaya konsumen;
b. menjadi rendah diri dan rasa malu;
c. mudah tersinggung atau emosi;
d. cepat iri dan dengki;
e. suka dendam;
f. prasangka buruk dan dusta;
g. tidak punya teman;
h. kehancuran dalam usahanya.
Adapun cara untuk menumbuhkan makna kejujuran dan tanggung jawab
itu adalah sebagai berikut.
A. bertakwa
kepada tuhan yang maha Esa, dengan bertakwa kepada Tuhan YME. berarti kita:
1. belajar untuk memperoleh keberhasilan dan kemerdekaan batin;
2. belajar untuk mementingkan orang banyak atau keutamaan batin;
3. mendidik diri sendiri sehingga meliki moral yang baik;
4. belajar untuk mengetahui hukum yang berlaku; dan
5. meningkatkan doa dan kinerja.
B. Melatih Disiplin Diri
sangat mustahil untuk menjadi
wirausahawan yang jujur dan bertanggung jawab apabila dia tidak membina
kepribadian sendiri, dengan melatih disiplin kepribadian diri sendiri maka akan
memperoleh ketabahan, keuletan, ketentraman, tingkah laku dan perbuatan.
3. kejujuran dan sikap
optimis selalu ingin maju
Stephen Cover dalam bukunya First thing’s, mengungkapkan empat sisi
potensial yang dimiliki manusia untuk maju, yaitu sebagai berikut.
a.
Self awareness,
yaitu sikap mawas mandiri.
b.
Couscience, mempertajam
suara hati, supaya menjadi manusia berkehendak baik seraya memunculkan keunikan
serta memiliki misi dalam hidup.
c.
Independent
will, yaitu pandangan independen untuk bekal bertindak dan kekuatan untuk
mentransendensi.
d.
Crative
imagination, yaitu berpikir dan mengarah ke depan untuk memecahkan masalah
dengan imajinasi, khayalan, serta adaptasi yang tepat.
Kejujuran dan sikap optimis ingin
maju dalam berwira usaha merupakan buah dari usaha-usaha positif yang tidak
mengenal lelah.cobalah tekankan kekuatan-kekuatan dan kurangilah
kelemahan-kelemahannya. Apa bila kamu mempunyai kejujuran dan sikap
optimis ingin maju, daya juang tanpa
menyerah dan keyakinan.
4. menerapkan sikap jujur dan selalu ingin maju dalam pola asuh di lembaga
pendidikan.
pembinaan sikap
jujur dalam berwirausaha dapat dilaksanakan melalui berbagai jalan, antara lain
sebagai berikut.
a.
Mengutamakan
pembicaraan cara bergaul dengan akan pikiran yang positif.
b.
Pembinaan
dengan cara menentukan dan menganalisis kedudukan diri kita sendiri sebagai
calon wirausaha.
c.
Pembinaan
dengan jalan mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan keadaan
yang sedang dihadapi.
d.
Pembinaan
dengan membiasakan berbuat berencana dan mewujudkannya pada suatu kenyataan
yang harus diikuti keyakinan dan kesadaran.
Didalam perkembangan dunia
pendidikan pormal dinegara indonesia, terdapat langkah langkah yang cukup
memberikan harapan tentang pola asuh berwirausaha dilingkungan sekolah, antara
lain sebagai beriokut.
a.
Adanya
perbaikan kurikulum. Kurikulum SMK sekarang adalah kurikulum berdasarkan
kopetensi, yaitu kurikulum yang menitik beratkan pada penguasaan suatu
pengetahuan, sikap keterampilan tertentu serta penerapannya dilapangan kerja
atau dunia usaha.
b.
Adanya
program-program pendidikan yang berorientasi kepada kopetensi dan kebutuhan
lapangan.
Peranan sekolah dalam rangka
menyiapkan calon-calon para wirausaha dilingkungan sekolah adalah melaksanakan:
a.
Latihan-latihan
kewirausahaan diunit produksi sekolah;
b.
Keterampilan-keterampilan
yang ada dengan wirausaha;
c.
Studi banding
keperusahaan-perusahan atau dunia indrustri;
d.
Program
pelatihan kewirausahaan; dan
e.
Diskusi dan
melatih wawancara.
5. pentingnya sikap kebiasaan positif
Sikap mental positif sangat
memeudahklan seorang calon wirausaha untuk mempokuskan pada kegiatan-kegiatan
atas hasil-hasil yang ingin dicapai. Seorang wirausaha harus mempunyai sikap
mental positif terhadap semua peristiwa dan mencari hikmah dari setiap
pengalaman.
Sikap mental positif
disini, artinya pasti, tegas, atau terbukti. Karena itu, seorang calon
wirausaha dalam berusaha akan selalu berkata “Pasti bisa”.
Kebiasaannya sikap mental positif akan lebih cepat tumbuh apabila:
a.
Calon wirausaha
memiliki model untuk dapat dan bisa diteladani;
b.
Calon wirausaha
harus mempunyai niat yang kuat untuk mengembangkan sikap positif yang
dimilikinya; dan
c.
Calon
wirausahawan harus dapat mempelajari dan mengamati kebiasaan-kebiasaan positif
para wirausaha yang sudah berhasil.
6. Menerapkan sikap jujur wirausaha dilingkungan sekolah
Murpy dan Peck (1980) menggambarkan ada delapan jalan menuju
wirausaha yang berhasil untuk maju, yaitu sebagai berikut.
a.
Kemajuan
berkerja keras.
b.
Bekerjasama
dengan pihak lain.
c.
Penampilan yang
baik.
d.
Keyakinan diri.
e.
Pandai membuat
keputusan.
f.
Mau menambahkan
ilmu pengetahuan.
g.
Ambisi untuk
maju.
h.
Pandai
berkomunikasi.
Berikut adalah beberapa usaha yang
dapat ditempuh untuk menerapkan sikap jujur seorang calon wirausaha
dilingkungan sekolah, yaitu sebagai berikut.
a.
Pembenahan
sarana dan perasarana praktik.
b.
Pembenahan
kurikulum pendidikan formal.
c.
Pembenahan
proses belajar mengajar.
d.
Pembenahan
sikap pribadi guru.
e.
Pembenahan
dalam metode mengajar.
f.
Pembenahan
pemb4elajaran siswa aktif.
g.
Pembenahan
sitem bimbingan belajar.
h.
Pembenahan
pengorganisasian pengalaman belajar.
Dalam rangka sikap jujur orang-orang wirausaha dilingkungan sekolah
adalah dengan cara mengembankan kurikulum kewirausahaan dengan maksud untuk
memberikan bekal minimal bagi para lulusan sekolah untuk menjadi orang-orang
wirausaha yang jujur dan bertanggung jawab. Langkah-laqngkah yang dapat diambil
dalam rangka penerapan sikap jujur dilingkungan sekolah, antara lain sebagai
berikut.
a.
Meningkatkan
keimanan jiwa dan tanggungjawab pribadi
1.
Menanamkan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Menanamkan
berbuat kejujuran.
3.
Menanamkan rasa
syukur, berdoa, dan kerkerja.
4.
Menanamkan rasa
percaya pada diri sendiri.
5.
Memelihara
karsa kepercayaan orang lain.
6.
Menanamkan
inisiatif, kereatif dan disiplin diri.
7.
Meningkatkan
rasa tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Meningkatkan
sikap mental dan kepribadian
1.
Menanamkan
sikap mental untuk maju berusaha.
2.
Menanamkan
keuletan dan ketekunan untuk maju berusaha.
3.
Pandai bergaul
dengan semua pihak.
4.
Berani menolak
benih-benih kotor atau pikiran negatif.
5.
Menanamkan
keyakinan untuk maju bersama.
Berbagai paktor yang memungkinkan terjadinya kegagalan dalam
berwirausaha, antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut.
1.
Kurang memehami
arti pergauan dan mengabaikan arti kehidupan. Hal ini akan tampak daam;
a.
Kaku dalam
pergaulan;
b.
Mementingkan diri sendiri;
c.
Tidak mengambil
dari arti pergauan dan makna hidup;
d.
Tidak
menghargai orang lain; dan
e.
Tidak dapat
bekerja sama dengan orang lain.
2.
Kurang
memperhtikan peranan dan arti kepribadian. Mereka tidak mengartikan hakikat
kepribadian yang akan menemukan:
a.
Apangan pekerjaan
dan hasil pekerjaan sendiri;
b.
Penemuan tujuan
dan pencapaian cita-cita hidup; dan
c.
Pergauan hidup
dan manfaatnya.
3.
Ketidakjujuran.
Sikap tidak jujur seorang wirausa dapat terjadi, antara lain:
a.
Tidak jujur
terhadap diri sendiri;
b.
Tidk jujr
terhadap bisnis yang dilakukan;
c.
Tidak
menghayati makna hidup; dan
d.
Kurang bergaul
dengan sesama wirausaha.
4.
Kurang
keseimbangan daya pikir. Cara berpikir yang tidak seimbang antara pikiran
positif dan negatif akan menimbukan:
a.
Gelisah dan
resah;
b.
Perasangka
buruk;
c.
Keragu-raguan;
d.
Rasa iri,
sirik, dan dengki; dan
e.
Rasa khawatir
dan perasaan takut.
7. Menerapkan
pola asuh kejujuran
Menerapka sikap
jujur berwirausaha dalam pola asuh disekolah dapat dilaksanakan dengan
aktifitas-aktifitas dan proses kelompok belajar didalam kelas. Pola asuhnya
dapat dilaksanakan sebagai berikut.
a.
Untuk menanamkan
sifat kejujuran, sekolah mendatangkan para ahli keagamaan dan wirausahawan yang
sukses untuk memberikan ceramah.
b.
Para siswa
dibawa untuk melaksanakan kunjungan industri.
c.
Para soswa
diberi tugas untuk mempelajari tentang keberhasilan para wirausahawan melalui
siaran radio, televisi, filem-filem kewirausahaan.
d.
Para siswa
diberi tugas melaksanakan PKL atau PSG diunit produksi atau di
perusahaan-perusahan.
e.
Mengatur dan
melengkapi ruang belajar dengan alat-alat peraga mengenai kewirausahaan.
f.
Para siswa
diberi beberapa bahan bacaan yang berhubungan dengan kesuksesan para
wirausahawan, misalnya diberi artikel, majalah, surat kabar, dan lain-lain.
Bisa saja program yang dirancang
sekolah untuk menumbuhkan minat kewirausahaan mengalami hambatan. Kesukaran
belajar mempraktikan kewirausahaan dapat diatasi dengan meningkatkan;
a.
Kemauan dan
kesediaan untuk sukses;
b.
Semangat
belajar yang tinggi;
c.
Kepribadian
siswa yang menyenangkan;
d.
Rasa mensyukuri
nikmat kepada Tuhan;
e.
Disiplin yang
kuat atas diri sendiri;
f.
Keyakinan dan
kemauaan; dan
g.
Kejujuran dan
tanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menghadapi
permasalahan pengangguran saat ini, program pendidikan kewirausahaan baik melalui
program pendidikan kecakapan hidup atau program pemberdayaan lainnya yang
melibatkan masyarakat harus secara serius dilaksanakan oleh pemerintah ataupun
lembaga mitra pemerintah seperti yayasan atau lembaga swadaya masyarakat.
Program-program tersebut harus benar-benar berorientasi pada hasil belajar
untuk menciptakan generasi wirausahawan. Tujuan seperti ini tentu tidak bisa
dilakukan dengan model program yang banyak terjadi saat ini yang hanya
berorientasipada penguatan materi dan ketrampilan, namun tanpa ada dukungan
penguatan mental dan nilai-nilai dalam diri warga belajar. Oleh karena itu
pendidikan berbasis nilai dalam program pendidikan non formal harus mulai
dikembangkan baik saat ini maupun di masa yang akan datang, mengingat
nilai-nilai tersebut saat ini sudah mulau terkikis oleh berkembangnya kemajuan
teknologi dan akulturasi kebudayaan asing yang masuk ke negeri ini. Semangat
entreprenuer harus ditumbuhkan sejak masa kanak-kanak. Hal yang sangat
disesalkan masih banyak orang tua yang menginginkan anaknya sekolah pintar dan
mencari gelar yang setinggi-tingginya. Sedari kecil seorang anak sudah di
doktrin bahwa bersekolah yang pintar dan prestasi akan mengantarkan pada
kesuksesan. Anak dicetak untuk menjadi pekerja yang dibutuhkan masyarakat luas
dengan gaji yang mahal. Dunia pendidikan jangan mengedepankan teori tetapi juga
aplikasi. Pendidikan harus mempu menghasilkan manusia yang berswadaya dan bukan
manusia pekerja. Pendidikan yang melihat segala sesuatu dari berbagai aspek dan
menyeluruh(holistic). Masuknya kurikulum entreprenuer dalam kurikulum
pendidikan nasional akan memperkaya sistem pendidikan kita dan berdampak pada
pertumbuhan semangat entreprenuer secara luas. Secara otomatis akan tercipta
lapangan kerja baru, menurunkan kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi.
2014. Kewirausahaan Untuk Perguruan
Tinggi. Cetakan Kedua. Ciawi-Bogor:
Ghalia Indonesia
Memanjakan anak, terutama secara berlebihan, bisa menjadi mata pisau yang “mematikan” karena setidaknya akan menyinggung 2 (dua) hal : (1) pola hidup mandiri, dan (2) rasa syukur akan nikmatnya hidup. http://www.mylifejourneystory.com/2017/09/menanamkan-kemandirian-dan-rasa-syukur.html
BalasHapus