PENAMAAN SURYAKANCANA DI MASYARAKAT CIANJUR SEBAGAI
BAHAN PEMBELAJARAN
CERPEN DI KELAS X SMK NURUL ISLAM TAHUN PELAJARAN 2017-2018
Diki Hilman
Universitas Suryakancana
Gmail: dikihilman307@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penamaan
Suryakancana di Masyarakat Cianjur, unsur intrinsik Cerita Suryakancana di
Cianjur, dan mengetahui kemapuan siswa kelas X SMK Nurul Islam dalam
menganalisis intrinsik cerita Suryakancana di Cianjur. Metode yang digunakan
adalah metode desktiptif yang memusatkan pada masalah-masalah aktual dengan
mengumpulkan data yang disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis. Teknik
penelitian yang digunakan yaitu wawancara, tes, dan angket. Hasil penelitian
melalui wawancara tentang cerita tersebut dibuat cerpen dan divalidasi sebagai
bahan pembelajaran. Teks bahan pembelajaran itu digunakan untuk merekrut data
pemahaman siswa pada cerita Suryakancana dari aspek kebudayaan dan aspek
perwujudan. Cerita Suryakancana terdapat unsur intrinsik yaitu tema, Alur,
Tokoh, Latar, Sudut pandang, Gaya Bahasa, dan Amanat. Kemampuan siswa kelas
X-AP 3 SMK Nurul Islam dalam menganalisis unsur intrinsik Cerita Suryakancana
di Cianjur sudah baik dengan rata-rata 90. Kemampuan siswa tersebut tercermin
dalam memahami unsur intrinsik yang disajikan dalam soal pemahaman dengan
tingkat penguasan antara 86%-95%. Secara rinci pemahaman pada tiap unsur
intrinsik Cerita Suryakancana, sebagian kecil siswa mengalami hambatan dalam
menentukan tema, alur, latar suasana, dan amanat. Sehubungan dengan hal
tersebut, perlu adanya peningkatan pembelajaran dengan berlatih menganalisis
cerita-cerita menarik lain yang terdapat di daerah sekaligus memahami unsur
intrinsiknya.
Kata kunci: Suryakancana,
Pembelajaran, Cerpen
ABSTRACT
The aims of this
research are to describe naming of Suryakancana in Cianjur urban society,
intrinsic element of Suryakancana story in Cianjur, and to find out the ability
of students at X class in SMK Nurul Islam in analysing the intrinsic element of
Suryakancana story in Cianjur. This research uses descriptive method which
focus on actual problems with gather the data that is arranged, explained, then
analyzed. Technic of data collection are interview, test, and questionnaire.
This research through interview about the story to make a short story and
validated as the study method. The text of the learning was used to recruit
students’ understanding data on the Suryakancana story of the cultural aspects
and aspects of embodiment. Intrinsic element that found in Suryakancana story
are theme, plot, character, place, viewpoint, language style, and message. The
ability of students at X class in SMK Nurul Islam in analysing intrinsic
element of Suryakancana story is good with average 90. That student's ability
is reflected in undertanding the intrinsic element presented in the matter of
understanding with the mastry lavel between 86% - 95%. in detail the understanding of each intrinsic
element of the Suryakancana story, some of the students face the obstacle in
determining theme, plot, place, and message. Therefore, it needs improvement in
teaching learning with practice analysing other interesting stories in region
and also understanding the intrinsic element of story.
Keywords: Suryakancana,
Teaching, Short Story.
PENDAHULUAN
Pengetahuan mengenai nama, disebut
onomastika. Ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu
pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang
diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau
asal-usul nama tempat Rais dalam Sudaryat (2009: 9. Penamaan nama tempat sangat
berperan baik karena sejarah penamaan dapat membantu dalam pelestarian budaya.
Penamaan atau penyebutan (naming)
termasuk salah satu dari empat cara dalam analisis komponen makna (componential analysis), tiga cara
lainnya ialah parafrase, pendefinisian, dan pengklasifikasian (Nida dalam
Istiana, 2012:16). Salah satunya seperti penamaan nama-nama tempat yang berada
di Cianjur yang menggunakan nama Suryakancana. Penamaan Suryakancana di Cianjur
tidak terlepas dari pengaruh sejarah yang pernah ada, seperti salahsatu sejarah
yang berpengaruh bagi masyarakat Cianjur. Dapat dilihat dari penggunaan nama
Suryakancana yang dijadikan sebagai nama tempat, seperti nama Kampus Universitas Suryakancana dari
nama-nama tersebut merupakan beberapa nama yang dilatarbelakangi sejarah
Cianjur. Pada umumnya masyarakat belum mengetahui secara pasti terhadap
pemberian nama yang menggunakan istilah Suryakancana. Karena kurangnya pengetahuan
mengenai cerita atau sejarah yang ada di Cianjur. Ketika hal ini diangkat dalam
kegiatan pembelajaran, keragaman budaya khususnya toponimi dapat menambah
pengetahuan siswa akan pengetahuan lokal. Siswa dapat pula mengambil amanat
atau pesan yang begitu sarat terkandung dalam sejarah penamaan tempat khususnya
toponimi mengenai penamaan Suryakancana dan siswa lebih termotivasi untuk
mengetahui lebih dalam mengenai toponimi daerahnya sendiri.
Berdasarkan kajian dan
penelitian peneliti tentang penamaan dan pengetahuan masyarakat terhadap
toponimi. Rendahnya pengetahuan siswa dalam memahami toponimi Suryakancana
dipengaruhi oleh kurangnya minat dari siswa untuk mengetahui dan memahami
penamaan sebuah tempat. Selain itu, kurangnya buku-buku atau informasi mengenai
toponimi mengakibatkan masyarakat dan siswa kurang memahami mengenai hal
tersebut. Keberadaan mata pelajaran sejarah seharusnya juga menjadi media yang
tepat untuk menyampaikan sejarah dari penamaan sebuah tempat atau daerah,
misalnya melalui pembelajaran cerpen. Pembelajaran cerpen, dapat membantu siswa
untuk lebih memahami ilmu toponimi dalam bentuk sejarah penamaan.
METODE
Penelitian model
deskriptif (descrivtive reasearch)
adalah penelitian untuk menggambarkan atau menjelaskan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi tertentu. (Stephen Isaac
dalam Sanjaya Wina, 2016). Metode desktiptif yang memusatkan pada
masalah-masalah aktual dengan mengumpulkan data yang disusun, dijelaskan,
kemudian dianalisis. Teknik penelitian yang digunakan yaitu wawancara, tes, dan
angket.
ASPEK TOPONIMI DAN CERITA SURYAKANCANA CIANJUR
Penamaan tempat atau
toponimi memiliki beberapa aspek (Sundari, 2009: 12) antara lain, (1) aspek
perwujudan, (2) aspek kemasyarakatan, dan (3) aspek kebudayaan. Aspek wujudiah
atau perwujudan (fisikal) berkaitan
dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat
berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya. Aspek kemasyarakatan
(sosial) dalam penamaan tempat di Jawa Barat berkaitan dengan interaksi sosial
atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam
masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya. Di dalam penamaan tempat di Jawa Barat
banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis,
folklor, dan sistem kepercayaan (religi).
Penamaan Suryakancana diambil dari
aspek kebudayaan dan aspek perwujudan. Pertama, Aspek Kebudayaan Penamaan
Suryakancana diberikan atas dasar rasa hormat dan populernya cerita
Suryakancana di masyarakat Cianjur. Cerita Suryakancana di Cianjur berkembang
pesat hampir mengalahkan cerita Dalem. Cerita Suryakancana sering dikaitkan
dengan cerita kuda kosong, yang menceritakan Raden Suryakancana sedang
menunggangi kuda tersebut. Penamaan Kampus dengan menggunakan nama Suryakancana
atau Eyang Suryakancana tidak salah karena nama kampus tersebut mencerminkan
masyarakat Cianjur. Selain itu, Penamaannya diambil dari asal usul
sejarah/cerita rakyat yang ada di Cianjur sendiri yaitu cerita Suryakancana dan
digunaknlah sebagai nama kampus yaitu Universitas Suryakancana. Kedua, Aspek
Perwujudan yaitu Suryakancana, Surya bermakna Cahaya dan Kancana bermakna Emas.
Cerita Suryakancana Cianjur
No.
|
Aspek
Toponimi
|
Kutipan
|
1.
|
Aspek
Kebudayaan
|
Penamaan
Suryakancana tersebut diberikan dari rasa hormat, dan menyegani terhadap
Suryakancana yang phenomenal di masyarakat Cianjur, akibat dari tingginya
pamor Suryakancana di Cianjur mengakibatkan masyarakan merasa nyaman atau
enak dan menarik ketika mendengar nama Suryakancana bahkan di Cianjur sendiri
lebih tersohor Suryakancana daripada Dalemnya sendiri, sampai dengan cerita
kuda kosong pun katanya ditunggangi oleh Suryakancana atau Eyang Suryakancana
dan tidak salah juga salah satu kampus di Cianjur diberi nama Universitas
Suryakancana karena diambil dari asal usul
|
|
|
sejarah/cerita
rakyat yang ada di Cianjur sendiri yaitu cerita Suryakancana dan digunakenlah
sebagai nama kampus yaitu Universitas Suryakancana.
|
2.
|
Aspek Perwujudan
|
Yang
dimana Suryakancana itu sendiri memiliki makna “Surya atau Cahaya” sedangkan
“Kancana atau Emas”
|
IDENTITAS CERPEN CERITA SURYAKANCANA CIANJUR
Cerita Pendek “Cerita Suryakancana Cianjur” merupakan cerpen rekaan atau
fiksi yang dilandasi hasil wawancara tokoh masyarakat Cianjur. Secara jelas,
cerpen yang dimaksud disajikan sebagai berikut.
CERITA SURYAKANCANA
CIANJUR
(Abdullah Nugraha)
Editor: Iis Ristiani
Di tengah hutan yang jauh dari
pemukiman, seorang anak remaja terlihat berlari. “Kejar!!!” dengan suara lantang ia berteriak
ketika melihat seekor buruan di depan matanya. “Aku tak akan biarkan dia
kaburrr,” bisiknya. Ia berlari mengejar buruannya. Tak sia-sia ia berlari
pontang-panting, setelah tertangkap buruannya itu. Digenggamnya buruan itu
seraya berkata,”Horee!! Menu makan
malam ini spesial ayam hutan yang lezat”. Sore itu ia tampak bahagia
sekali.
Hari mulai malam terdengar
sayu-sayup adzan magrib berkumandang. Menuntunya melangkah untuk segera pulang.
Suasana dusun yang penuh dengan kedamaian membuat anak remaja ini tumbuh
menjadi sosok yang baik, ramah, dan rajin. Ia lahir dari keluarga sederhana.
Hidup dan dibesarkan oleh ibu seorang.
Meski terkadang ada rindu pada sosok ayah yang tidak pernah ada dalam
hidupnya. Karena itu pula, sejak kecil ia selalu siap untuk membantu dan
menjaga ibu dari segala mara bahaya.
Tidak terasa, ia sudah sampai di
kampungnya. Jarak kampung dan hutan tidak terlalu jauh. “Dapat apa hari ini?”
Terdengar kakek dengan suara serak, seraya menatap Raden (panggilan kakek
kepada murid kesayangannya yang beranjak dewasa itu)
“Ayam hutan, Ke” jawab Raden
sambil mengulurkan tangannya, mencium penuh hormat tangan Kakek.
Kakek yang bernama lengkap Syarif Hidayatulloh yang tak
lain adalah Kepala Dusun di kaki Gunung Gede Pangrango. Sosok ini yang selalu
menasihati dan selalu bercerita tentang kehidupan yang penuh keilmuan.
“Hmmm… lekas pulang, ibumu pasti mencarimu” ujar Kakek pada
Raden. “Iya, ke”. “Raden pulang dulu”.
Paras yang tak lagi muda, dengan
sabar dan penuh harap meski terkadang tampak khawatir menunggu di depan rumah
yang sama tuanya. Gubuk kecil yang sudah lapuk termakan waktu. Meski beratapkan
daun kelapa tua, namun penghuninya penuh kehangatan dan kedamaian.
“Raden pulang, Bu”, ucap Raden seraya
mencium tangan ibunya.
“Ibu khawatir, Nak”, sudah mau malam kamu baru pulang
sambil memeluk dan mengusap rambut Raden.
“Sudah sana masuk. Segera mandi dan pergi ke surau. sholat
dan mengaji”
“Iya, Bu”.
“Anak-anak hidup ini
penuh dengan cobaan penuh dengan hal-hal yang buruk dan jika kita merasakan
cobaan sebesar kapal, maka yKakeknlah nikmat Alloh sebesar lautan, Alloh Tuhan
kita akan selalu ada untuk kita, untuk umatnya yang taat akan ibadah kepadanya.
Dengan taat kepadanya, niscaya jalan terang akan terlihat serta memberikan
pertolongan untuk kita semua,” kata-kata yang diucapkan Kakek selalu
terngiang di telinga Raden. Dalam lamunan, Raden berharap dapat terus tinggal
di dusun yang nyaman ini, mengaji, dan mendengar cerita Kakek. Sungguh Raden
merasa nyaman tinggal di sini. Apalagi membahagiakan dan berbakti kepada orang
tuanya yang tinggal ibunya sendiri.
Dari upuk timur di penghujung malam, fajar mulai menyingsing
beriringan dengan suara alam yang kian melengkapi rasa kedamaian. “Bu..!!!” Raden pergi berburu dulu yaa”
“Iyaa.. hati-hati” ujar sang ibu.
“Iya bu” sahut Raden.
Semua perlengkapan berburu telah
siap, namun entah kenapa hari ini hati Raden sedang gundah. Entah apa yang akan
terjadi. Hanya Allah yang tahu.
Sesampainya di hutan, sekilas
terlihat bayangan sekor kelinci lewat dengan cepat menyusuri rumput hijau yang
lebat. Seketika Raden dengan sigap berlari tanpa bersuara bak harimau mengintai
mangsa dengan taring yang siap menerkam sang mangsa. Busur pun siap dibidikan
pada buruan. “Pletakkk”. Busur yang ia keluarkan patah seketika.
“Innalillaahi”, gumamnya. Dalam hatinya ia berkata, “kenapa bisa terjadi, tak
biasanya busur patah seperti ini”? Raden mendadak gelisah, mungkinkah ini ada
pertanda buruk? Seketika Raden mendadak ingin pulang cepat ke rumah. menembus
hutan. Menerjang rumput liar yang tinggi menjulang. Raden berhenti di tebing
kaki gunung sambal melihat pemandangan aneh yang penuh tanya. Pemandangan yang
membiuatnya lemas dan tak berdaya. Dengan segera ia berjalan, didapatkannya
rumah-rumah banyak yang dibakar. “Apa yang terjadi?” bisik hatinya. “Mengapa
dusun ini diluluhlantahkan seperti ini?”. Beribu tanya dalam pikirnya. Tidak
sadar, Raden menangis dan berteriak, “Ibu, Ibuu, Ibuuuu!!!” Raden menyeruak
sambil membayangkan wajah ibunya. Ia
berlari sesegera mungkin menuju rumah menyisiri rumput-rumput liar yang
menjulang.
“Ibuuu....., Ibu dimana, jawab bu
ini Raden!” Air mata seketika tumpah tidak terbendung ketika melihat bercak
darah berceceran di lantai yang membuat Raden lemah terkulai. Ia terlihat
kalang kabut mencari ibu yang tiada di rumah. Raden pun beranjak mencari keluar
rumah dan mengelilingi dusun dengan hati-hati. Begitu menyayat hati ketika
semua rumah dibakar dan warga dusun dibunuh. Raden terus mencari ibunya.
“Raden, cepatlah pergi dari sini, masa depanmu masih
panjang biar kami yang sudah tua menghadapi ajal lebih dulu”. “Cepat pergi dari
dusun. Mengungsilah ke dusun lain..!!” Teriak Kakek kepada Raden. Dengan air
mata yang mengalir dan seakan kematian di ujung tanduknya. Kakek tetap meminta
Raden pergi.
“Raden tidak bisa, Ke, Raden
harus mencari ibu”. Dengan berat hati, Raden pergi meninggalkan sosok yang
dikaguminya dalam keadaan yang menyedihkan. Melangkah lebih jauh. Raden terus
mencari sosok ibu. Kobaran api membakar hampir seluruh dusun tapi Raden yakin
ibunya masih ada.
“Tolong...tolong”??. Suara yang
tak asing terdengar oleh Raden, dengan cepat Raden berlari menuju suara yang
diyakini suara ibunya. Tapi sayang suara itu kian menghilang. Suara itu sudah
tidak ada. Begitupun dengan para penjahat yang membakar serta menjarah dusun,
mereka pergi tanpa menyisakan apapun di dusun yang penuh kedamaian itu.
Raut wajah sedih bercampur
amarah, Raden bersumpah menghapus keberadaan para penjarah yang telah mengambil
semua hasil pertanian warga.
Menghancurkan seisi dusun. Raden berjanji dan bersumpah untuk mencari
dan menebus nyawanyawa warga yang hilang.
Dari kejadian itu Raden kian
tumbuh menjadi anak remaja yang kuat dalam menghadapi kenyataan. Raden mencoba
tegar dan ia mengembara dari satu dusun ke dusun lain. Dari situlah, ia balajar
tentang kehidupan. Belajar tentang mempertahankan diri dengan ilmu bela diri
yang dipelajarinya dan membuat Raden mampu menjaga dirinya itulah awal mula
perjalanan yang sesungguhnya.
Tibalah Raden di dusun sebrang.
Di dusun inilah Raden memulai hidup baru sebagai pribadi yang kuat dan
disegani. Di sini Raden tumbuh menjadi seorang yang berakhlak baik dan ia
selalu bercerita tentang kehidupan sama seperti Kakek Syarif Hidayatulloh yang
dulu dilakukan.
Berhembus kabar tentang para
penjarah dusun yang semakin membabi buta, hingga berita itu sampai ke telinga
Raden. Membuat luapan amarah kian memuncak tiap kali mendengar hal itu. Amarah
dan sumpah Raden tumbuh karena mereka yang telah merenggut semuanya dan Raden
berjanji tidak akan membiarkan kejadian itu terulang kembali di dusun ini.
Raden akan menjaga dan akan melawan para penjahat yang telah membakar dan
menjarah dusunya.
Pada malam Jumat ini sebagaimana
mestinya, Raden selalu berada di mesjid membaca ayat suci Al-Quran dan
bercerita tentang kehidupan kepada anak-anak.
Dalam lamunan, Raden berkeluh kesah. Andai alam ini damai dan tidak ada
orang jahat mungkin saja bumi ini akan tersenyum.
“Tok.. tok... tok... tok..tok…?”
terdengar suara kentungan tanda bahaya. Pertanda peringatan, ada yang menyerang
dusun. Seiring dengan itu, terdengar
suara warga yang terdengar dari luar. Seketika Raden berdiri dan membawa
kujang. “anak-anak cepat pergi ke
ketempat yang aman cepat.” ujar Raden kepada anak-anak. Api yang berkobar
di rumah-rumah penduduk seakan teringat kembali kejadian yang lalu dan kembali
menggema janji dan sumpahnya. Amarah dan janji untuk membalas kebencian kepada
penjahat yang telah menjarah dusunnya dulu semakin memuncak. Raden berlari
mendekti para penjahat yang membakar rumah-rumah warga dan memulai perkelahian
dengan bersenjetakan kujang, untuk membantai habis para penjahat. Raden bekerja
keras. Meski kobaran api tidak dapat dihindari, tapi akhirnya dusun kembali
aman dan penjahat mundur tak tentu arah.
“Inilah saatnya kita
melawan para penjarah yang sudah meresahkan dan membuat kita menderita”!!
ujar Raden kepada para warga.
“Setuju.. setuju... setuju....”
suara mulai bersahutan tanda dukungan kepada Raden untuk memulai perlawanan
kepada penjahat.
“Tapi kita hanya sedikit, mana mungkin bisa mengalahkan
mereka sedangkan jumlah mereka lebih banyak” terdengar dari kerumunan warga.
“Kita akan minta bantuan dusun
lain biar saya yang meminta bantuan” ujar Raden kepada warga dusun.
Dalam waktu empat hari Raden
telah mampu mengumpulkan warga yang siap meneguhkan hatinya untuk memberantas
para penjahat yang suka menjarah. Yang dikabarkan mendiami dusun yang dulu
ditinggalkannya. Berita tentang dusundusun yang memberontak kepada para
penjarah menyebar seperti udara yang menghembus cepat. Menyebar dari dusun satu
ke dusun lainnya. Mengukuhkan semua warga dusun untuk bersatu melawan para
penjarah. Sungguh banyak warga dusun yang menginginkan kedamaian. Mereka
berkumpul dan membuat Raden bersemangat.
Tibalah hari dimana peristiwa besar terjadi. Suara Raden
berkobar seakan membakar semangat warga untuk mengusir dan memberantas para
penjahat. Raden memulai penyerangan menantang para penjahat dan diiringi rasa
ingin membalaskan kebencian terhadap penjahat untuk para penduduk dusun yang
dulu mati.
“Jangan taku, hancurkan para
penjarah ini demi kedamian kita, demi saudarasaudara kita yang sudah meninggal”
ujar Raden. Kujang pun diacungkannya
Tanda untuk menyatukan warga.
“Siapa yang berani menantang kami
akan kami bunuh tanpa ampun”. Suara keras dan sosok yang ditunggu muncul Ia
adalah biang otak dari segala pembunuhan dan penjarahan di dusun-dusun. Tidak
lain pemimpin para penjarah yang terkenal sadis tanpa ampun. Dialah Kirun.
Namun Raden tidak gentar dan tidak urung melihatnya. Akan tetapi semangatnya
semakin memuncak dan melihat tujuannya selama ini telah mendekati akhir!!
“Kalian yang telah membunuh para
wargaaa... ibu kuuu... dan orang yang aku cintaii. Dusunku yang dulu kau bakar
akan kubayar tuntas malam ini dengan darah kalian”. Sumpah yang bergema
diiringi amarah, Raden menangkis serangan Kirun yang terus menyudutkan
serangannya tanpa memberi celah kepada Raden untuk membalas serangannya.
“Sreeeet”. Sayatan parang
mengenai bahu Raden. Darah seketika mengalir diiringn jeritan kesakitan. Raden
berpikir apakah ini akhir hidupnya tanpa berhasil membalaskan kematian warga
dusun dan menjaga kedamaian di kaki Gunung Pangrango. Bayang-bayang sang ibu
mendadak datang. Di saat itulah Raden kembali teringat ibunya yang tiada.
Teriak Raden “tak akan kubiarkan kau hidup sampai tetes
darahku habis akan kubawa kau ke alam baka” teriakan Raden membuat Kirun
gentar melawan. Seakan mendadak ketakutan ketika melihat raut wajah Raden yang
penuh ambisi ingin membunuhnya. “Bukanlah Kirun kalau mundur dalam perang” ujar
Kirun dan dengan segera melayangkan parangnya. Dengan sigap Raden menangkis dan
mulai menyerang balik dengan kujang dan Raden mampu menyayat lengan Kirun.
Walapun Raden sedikit kewalahan namun dengan satu sayatan pun cukup membuat
Kirun tersungkur dan mundur seakan ketakutan akan seranga berikutnya. Raden pun
tidak memberikan Kirun celah untuk menyerang. Disaat Kirun tersungkur, Raden
mengambil langkah dan menusuk mata Kirun.
“Seeebb” Aaaaaaawww!! Kirun menjerit karena tidak dapat menghindari kujang
yang menembus matanya. “ampuunn aku
menyerah aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatan aku. Tolong kasihanilah
aku”. Suara Kirun yang memohon dan tangan memegangi mata kanan yang tak
lagi bisa melihat. Mata yang terus mengeluarkan darah kian menutupi pipi dan
tangan Kirun. Namun Raden tidak memberikan kesempatan hidup kepada Kirun.
Kebencian hati dan sumpah yang kian membatu. Raden pun siap menggorok leher
Kirun. Namun saat itu pula Raden berhenti dan menangis. “apa yang telah aku perbuat bila aku membunuhnya karena kebencian. Kalau
seperti itu aku sama saja sepertinya”. dengan cekatan Raden meringkus dan
mengikat Kirun. Memerintahkan Kirun untuk menarik pasukannya mundur dari
perang. Darah yang berceceran dimana-mana. Korban yang bergeletakan seakan
menghiasi malam yang begitu panjang. Raden seakan tertunduk sambil meneteskan
air mata. Raden menangis haru melihat warga yang rela memberikan nyawa demi
kedamaian.
“Biarlah di sisa malam ini
menjadi saksi bisu menuju kedamaian yang memang tujuan kita sebenarnya”. Di
atas batu. Raden berdiri dan surya seakan menyongsong tanda hari baru mulai
tiba dan memperlihatkan sosok Raden yang bercahaya seperti emas. “Dengan ini saya nyatakan kita akan bersatu
dan hidup damai dalam satu tempat dengan nama Cianjur agar kita hidup tentram
sama seperti air yang mengalir dari hulu ke hilir yang memberikan kehidupan dan
manfaat untuk warganya”, dengan penuh rasa haru, Raden mengatakan kata-kata
yang penuh makna. Sejak itulah para warga berbondong-bondong membangun kembali
sebuah daerah dengan nama Cianjur dan Raden ditunjuk sebagai pemimpin mereka
dan diberi gelar Suryakancana yang memiliki arti cahaya dan emas.
*****
(cerpen ini sudah mendapat validitas, dikaji dan mendapat
persetujuan ahli)
UNSUR INTRINSIK CERPEN PENAMAAN SURYAKANCANA DI MASYARAKAT CIANJUR
Unsur intrinsik yang
terdapat pada cerpen “Cerita Suryakancana Cianjur”. Antara lain sebagai
berikut. (1) Tema. Tema yang
terkandung dalam cerpen yaitu (Perjuangan) seorang anak remaja yang menjadi
pemimpin suatu daerah setelah memberantas penjarah. Bukti pemberantasan
penjarah tersebut terbukti ketika Raden mengalahkan penjarah serta menyatukan
masyarakat dan hidup damai dalam satu tempat yaitu Cianjur. (2) Alur. Alur yang digunakan adalah alur
maju karena ceritanya bergerak maju dari awal sampai akhir. Terlihat dari
Cerita Suryakancana Cianjur menceritakan seorang anak remaja yeng menjadi
seorang pemimpin. (3) Tokoh dan penokohan.
a) Tokoh utama. Raden, seorang anak yang baik, ramah, rajin, sigap, kuat, dan berbakti kepada ibunya serta mampu
membawa masyarakat menjadi damai, dijuluki sebagai Suryakancana. b) Tokoh
sampingan. Tokoh sampingan yang ada dalam cerpen yaitu: Kakek Syarif Hidayatullah, seorang kepala dusun yang bijaksana, Ibu, seorang orang tua yang selalu
menghawatirkan anaknya, Penduduk/warga
memiliki watak yang baik dan ramah, dan Kirun
memiliki watak jahat, selalu menjarah dan meluluhlantahkan dusun-dusun. (4) Latar. a) Latar tempat yang ada dalam
cerpen yaitu di tengah hutan yang jauh dari pemukiman seperti pada kutipan “Di tengah hutan yang jauh dari pemukiman,
seorang anak remaja terlihat berlari” Selain di tengah hutan yang jauh dari
pemukiman, latar tempat yang digunakan adalah di depan rumah, mesjid, diatas
batu dan dari dusun ke dusun. b) Latar waktu yang ada dalam cerpen yaitu: hari
pun mulai malam, dapat apa hari ini, sudah mau malam, tibalah Raden di dusun
sebrang, pada malam jumaat ini, dengan
waktu 4 hari, dan biarlah disisa malam ini, seperti pada kutipan.
Hari mulai malam
terdengar sayu-sayup adzan magrib berkumandang.
Menuntunya melangkah
untuk segera pulang.
“Dapat
apa hari ini?” Terdengar kakek dengan suara serak, seraya menatap Raden “
“Ayam
hutan, Ke” jawab Raden sambil mengulurkan tangannya, mencium penuh hormat
tangan Kakek.
Tibalah
Raden di dusun sebrang, di dusun inilah Raden memulai hidup baru sebagai
pribadi yang kuat dan disegani”.
Pada
malam jumaat ini sebagaimana mestinya, Raden selalu berda di mesjid membaca
ayat suci Al-Quran dengan indah serta bercerita tentang kehidupan kepada para
anak-anak.
Dengan
waktu 4 hari Raden telah mampu mengumpulkan warga yang siap meneguhkan hati
untuk memberantas para penjarah. Yang dikabarkan mendiami dusun yang dulu ditinggalkannya
“biarlah disisa malam ini menjadi saksi bisu menuju kedamaian yang memang
tujuan kita sebelumnya” c) Latar suasana yang digunakan bermacam-macam,
suasana nyaman, menyedihkan, menegangkan, dan menggembirakan. “ibu khawatir
nak, sudah mau malam kamu baru pulang” sambil memeluk dan mengusap rambut
Raden”. (5) Sudut Pandang. Sudut
pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga karena pengarang
menggunakan nama orang dalam membawakan ceritanya. (6) Gaya Bahasa. a)
Asonansi. Majas Asosiasi atau ada juga yang menyebutnya sebagai perumpamaan
adalah majas yang membandingkan dua hal yang beda, tapi dianggap sama. “Seketika Raden dengan sigap berlari tanpa
bersuara bak harimau mengintai mangsa dengan taring yang siap menerkam sang
mangsa”, b) Hiperbola“Anak-anak hidup
ini penuh dengan cobaan penuh dengan hal-hal yang buruk dan jika kita merasakan
cobaan sebesar kapal, maka yakinlah nikmat Alloh sebesar lautan,... (7)Amanat yang terkandung dalam cerpen
yaitu sebagai berikut. a) Seorang pemimpin harus rela berkorban untuk kedamaian
rakyat, b) Kejahatan jangan dibalas dengan kejahatan
DATA KEMAMPUAN MENGANALISIS CERPEN
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui tes terhadap siswa kelas X AP
3 SMK Nurul Islam yang dijadikan sampel penelitian, diperoleh kemampuan siswas
dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen yang berbeda-beda, mulai dari nilai
terendah yaitu 48 sampai nilai tertinggi 100.
Nilai-nila tersebut diperoleh dari skor menjawab soal-soal esai tentang
unsur intrinsik cerpen Cerita Suryakancana Cianjur yang meliputi tema, alur,
tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Jumlah soal
yang digunakan sebanyak 7 butir soal esai. Nilai-nilai setiap siswa tampak pada
tabel di bawah ini.
Data Kemampuan Menganalisis Cerpen
NO.
|
NAMA SISWA
|
ASPEK PENILAIAN
|
|
Nilai
|
|||||
TM
|
AL
|
TP
|
LA
|
SP
|
GB
|
AM
|
|||
4-10
|
4-10
|
14-20
|
14-20
|
4-10
|
14-20
|
4-10
|
|||
1.
|
Agus Faisal
|
10
|
4
|
20
|
20
|
4
|
20
|
6
|
84
|
2.
|
Ai Nurhalimah
|
10
|
4
|
16
|
20
|
10
|
18
|
8
|
86
|
3.
|
Annisa Adzikrina
|
10
|
10
|
20
|
20
|
10
|
16
|
10
|
96
|
4.
|
Azizah Rohayati T
|
10
|
4
|
20
|
20
|
4
|
20
|
6
|
84
|
5.
|
Dea Adinda M
|
10
|
6
|
16
|
20
|
10
|
18
|
8
|
86
|
6.
|
Dea Novitasari
|
10
|
10
|
20
|
20
|
10
|
20
|
10
|
100
|
7.
|
Dewi Barokah
|
10
|
4
|
20
|
18
|
10
|
20
|
4
|
86
|
8.
|
Diana Sulistiawati
|
10
|
4
|
20
|
20
|
10
|
20
|
6
|
90
|
9.
|
Dewi Siti Adistiani
|
10
|
10
|
20
|
20
|
10
|
20
|
10
|
100
|
10.
|
Endang Siti Meisa
|
10
|
4
|
20
|
20
|
4
|
20
|
6
|
84
|
11.
|
Fadli Alsadad
|
10
|
4
|
14
|
14
|
0
|
0
|
6
|
48
|
12.
|
Fikri Ari Saputra
|
10
|
4
|
20
|
20
|
4
|
20
|
4
|
82
|
13.
|
Fitri Nuraeni
|
10
|
4
|
16
|
20
|
4
|
16
|
4
|
74
|
14.
|
Fitri Nurhalimah
|
10
|
4
|
18
|
20
|
4
|
16
|
4
|
76
|
15.
|
Fitri Nursaadah
|
10
|
4
|
16
|
20
|
10
|
20
|
6
|
84
|
16.
|
Gina Nurena
|
10
|
6
|
20
|
20
|
10
|
20
|
4
|
90
|
17.
|
Lilis Sabrina
|
10
|
4
|
18
|
20
|
4
|
20
|
10
|
86
|
18.
|
Masayu Ingeu L
|
10
|
6
|
20
|
20
|
10
|
20
|
4
|
90
|
19.
|
Meilanny
|
10
|
6
|
16
|
18
|
10
|
18
|
8
|
86
|
20.
|
Mia Rusmiati
|
10
|
4
|
20
|
20
|
10
|
20
|
10
|
94
|
21.
|
Muhamad Aditya F
|
10
|
4
|
20
|
18
|
10
|
20
|
4
|
86
|
22.
|
Nela Laila Sari
|
10
|
4
|
20
|
20
|
10
|
20
|
6
|
90
|
23.
|
Nira Sairiyah
|
10
|
6
|
16
|
18
|
10
|
18
|
8
|
86
|
24.
|
Nopita Sari
|
10
|
4
|
18
|
14
|
4
|
16
|
4
|
70
|
25.
|
Novia Damayanti
|
10
|
4
|
20
|
20
|
4
|
20
|
6
|
84
|
26.
|
Nuni Wida N
|
10
|
4
|
20
|
20
|
10
|
20
|
6
|
90
|
27.
|
Pipit Puspitasari
|
10
|
4
|
20
|
20
|
10
|
20
|
4
|
88
|
28.
|
Resi Mega Utami
|
10
|
10
|
20
|
20
|
10
|
20
|
10
|
100
|
29.
|
Risma Yanti A
|
10
|
10
|
20
|
20
|
10
|
20
|
6
|
96
|
30.
|
Siti Fauziah Aliya
|
10
|
10
|
20
|
20
|
10
|
20
|
8
|
98
|
31.
|
Siti Nurlaela
|
10
|
10
|
20
|
20
|
10
|
20
|
10
|
100
|
32.
|
Siva Verawati
|
10
|
4
|
20
|
20
|
20
|
4
|
6
|
84
|
33.
|
Sophia Febriani
|
10
|
4
|
20
|
16
|
10
|
20
|
4
|
84
|
34.
|
Sri Nurhayati
|
10
|
4
|
20
|
20
|
4
|
20
|
6
|
84
|
35.
|
Titi Hamidah
|
10
|
4
|
18
|
20
|
10
|
20
|
4
|
86
|
36.
|
Via Hasanah
|
10
|
4
|
20
|
16
|
10
|
20
|
4
|
84
|
37.
|
Windi Ramadhani
|
10
|
4
|
20
|
20
|
10
|
20
|
4
|
88
|
38.
|
Yul Yianti
|
10
|
4
|
20
|
20
|
10
|
20
|
4
|
88
|
39.
|
Yuni Wahyuni
|
10
|
4
|
20
|
20
|
4
|
20
|
6
|
84
|
40.
|
Ujang S
|
10
|
10
|
20
|
20
|
10
|
20
|
8
|
98
|
41.
|
Riski Dianto
|
10
|
10
|
20
|
16
|
10
|
20
|
10
|
96
|
42.
|
Danny Masyano
|
10
|
4
|
18
|
18
|
10
|
20
|
4
|
84
|
Keterangan :
TM
= Tema
|
LA =Latar
|
AM = Amanat
|
AL =
Alur
|
SP =Sudut Pandang
|
|
TP =
Tokoh dan Penokohan
|
GB = Gaya Bahasa
|
|
Berdasarkan tabel tentang data kemampuan
menganalisis unsur intrinsik cerpen Cerita Suryakancana Cianjur diketahui nilai
siswa di atas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Nilai = STS x SN

STI
Keterangan:
STS = Skor Total Siswa STI
= Skor Total Ideal SN = Standar Nilai (100)
SIMPULAN
Penamaan Suryakancana diambil dari aspek kebudayaan dan aspek perwujudan.
Pertama, Aspek Kebudayaan Penamaan Suryakancana diberikan atas dasar rasa
hormat dan populernya cerita Suryakancana di masyarakat Cianjur. Pertama Aspek kebudayaan Penamaan Kampus
dengan menggunakan nama Suryakancana atau Eyang Suryakancana tidak salah karena
nama kampus tersebut mencerminkan masyarakat Cianjur. Selain itu, Penamaannya
diambil dari asal usul sejarah/cerita rakyat yang ada di Cianjur sendiri yaitu
cerita Suryakancana dan digunaknlah sebagai nama kampus yaitu Universitas
Suryakancana. Kedua Aspek
Perwujudan yaitu
Suryakancana, Surya bermakna Cahaya dan Kancana bermakna Emas.
Kemampuan siswa dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen “Sejarah
Penamaan Suryakancana di Cianjur” diketahui nilai rata-rata 87 dengan kategori
baik sekali. Kemampuan siswa tersebut tercermin dalam memahami unsur intrinsik
yang meliputi tema, alur, tokoh penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa,
dan amanat yang disajikan dalam bentuk soal-soal esai dengan tingkat penguasaan
86%-95%.
Dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen, siswa mengalami berbagai
hambatan. Hambatan siswa diantaranya belum memahami unsur intrinsik yang
membangun karya sastra itu sendiri, terutama hambatan dalam menentukan tema,
alur, latar suasana, dan amanat. Namun, hambatan tersebut bukan berarti siswa
tidak mampu menganalisis unsur intrinsik cerita pendek karena dari hasil angket
menyatakan sebagian kecil yang mengalami hambatan dan dilihat dari hasil tes
siswa mencapai hasil yang sangat baik.
DAFAR PUSTAKA
Istiana. 2011. Bentuk dan Nama-nama Kampung di Kecamatan
Kota Gede. Skripsi Sarjana Pendidikan pada Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negri Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.
Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Pendidikan: Jenis, Model,
dan Prosedur. Jakarta:
Kencana Pranadamedia Group.
Sudaryat, Yayat dkk. 2009. Toponimi Jawa Barat (Berdasarkan
Cerita Rakyat).
Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi Jawa
Bara
Sundari, Wina. 2009. Toponimi Jawa barat. Bandung:
Perpustakaan Nasional.